Hai bloggers !
Kali ini saya ingin sedikit menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan inteligensi.
Khususnya pada bias dan penerapannya.
¤ Bias inteligensi
Tes inteligensi ternyata juga mempunyai bias. Hal ini biasanya disebabkan karena perbedaan dari murid-murid yang mengikuti tes tersebut, dimana perbedaan itu mengakibatkan ada murid yang diuntungkan sehingga memperoleh skor tes yang tinggi dan ada pula yang dirugikan sehingga memperoleh skor tes yang rendah.
Contoh-contoh penyebab bias itu adalah :
1. Adanya perbedaan kualitas pendidikan.
Hal ini terkain dengan letak, dimana murid perkotaan cenderung memiliki kualitas yang lebih baik sehingga lebih diuntungkan.
2. Adanya perbedaan kultural.
Pemahaman mengenai cerdas dapat berbeda-beda.
Contoh :
- Di Barat murid dianggap cerdas jika mampu memecahkan problem verbal dan dapat berpikir cepat.
- Di Uganda, dalam kultur Buganda, murid dianggap pintar bila lama dalam berpikir.
- Di Kepulauan Caroline, salah satu kemampuan yang dapat membuat murid dianggap cerdas adalah kemampuan menentukan arah berdasarkan bintang.
¤ Kontroversi Berkaitan dengan Inteligensi
Kelas Unggulan yang biasanya ada di sekolah-sekolah termasuk contoh penerapan dari pengelompokan dan penelusuran kemampuan.
Dan hal tersebut merupakan salah satu isu kontroversial.
Yang menjadi kontroversi adalah apakah ada manfaatnya menggunakan skor tes kecerdasan dalam membentuk kelas unggulan.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam praktek pendidikan saat ini ada yang disebut dengan kelas unggulan, dan biasanya pembentukan kelas unggulan itu dilakukan dengan cara mengelompokkan murid-murid berdasarkan nilai-nilai rapor mereka.
Nah, yang nilainya baik akan disatukan dalam satu kelas yang disebut Kelas Unggulan.
Pembentukan kelas unggulan ini menimbulkan beberapa efek terhadap anak-anak yang pada akhirnya dianggap lemah karena berasal dari luar kelas unggulan, yaitu :
- Anak-anak yang lemah menjadi terbebani mentalnya karena akan dianggap sebagai anak lambat.
- Dan terkadang kelas unggulan sengaja diberikan pengajar yang lebih berkualitas. Hal ini tentu juga menimbulkan perbedaan prestasi.
Saya sendiri juga kurang setuju dengan kelas unggulan.
Alasan saya karena kelas unggulan dapat membuat yang pintar semakin pintar dan yang lemah akan semakin lemah pula.
Murid-murid yang cerdas akan semakin cerdas.
Karena belajar bersama murid-murid yang cerdas pula.
Dan murid yang lemah akhirnya kesulitan menemukan teman yang cerdas yang bisa mengajarinya.
Jadi, menurut saya sebaiknya di dalam kelas unggulan isinya bukan hanya anak-anak cerdas saja, tetapi juga harus diisi oleh anak-anak yang lemah. Agar anak-anak yang lemah juga dapat belajar bersama dengan anak cerdas.
Sehingga ke depannya mereka bisa menjadi lebih pintar lagi.
Demikianlah beberapa pendapat saya,
Semoga bermanfaat.. :)
Referensi :
Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Kali ini saya ingin sedikit menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan inteligensi.
Khususnya pada bias dan penerapannya.
¤ Bias inteligensi
Tes inteligensi ternyata juga mempunyai bias. Hal ini biasanya disebabkan karena perbedaan dari murid-murid yang mengikuti tes tersebut, dimana perbedaan itu mengakibatkan ada murid yang diuntungkan sehingga memperoleh skor tes yang tinggi dan ada pula yang dirugikan sehingga memperoleh skor tes yang rendah.
Contoh-contoh penyebab bias itu adalah :
1. Adanya perbedaan kualitas pendidikan.
Hal ini terkain dengan letak, dimana murid perkotaan cenderung memiliki kualitas yang lebih baik sehingga lebih diuntungkan.
2. Adanya perbedaan kultural.
Pemahaman mengenai cerdas dapat berbeda-beda.
Contoh :
- Di Barat murid dianggap cerdas jika mampu memecahkan problem verbal dan dapat berpikir cepat.
- Di Uganda, dalam kultur Buganda, murid dianggap pintar bila lama dalam berpikir.
- Di Kepulauan Caroline, salah satu kemampuan yang dapat membuat murid dianggap cerdas adalah kemampuan menentukan arah berdasarkan bintang.
¤ Kontroversi Berkaitan dengan Inteligensi
Kelas Unggulan yang biasanya ada di sekolah-sekolah termasuk contoh penerapan dari pengelompokan dan penelusuran kemampuan.
Dan hal tersebut merupakan salah satu isu kontroversial.
Yang menjadi kontroversi adalah apakah ada manfaatnya menggunakan skor tes kecerdasan dalam membentuk kelas unggulan.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam praktek pendidikan saat ini ada yang disebut dengan kelas unggulan, dan biasanya pembentukan kelas unggulan itu dilakukan dengan cara mengelompokkan murid-murid berdasarkan nilai-nilai rapor mereka.
Nah, yang nilainya baik akan disatukan dalam satu kelas yang disebut Kelas Unggulan.
Pembentukan kelas unggulan ini menimbulkan beberapa efek terhadap anak-anak yang pada akhirnya dianggap lemah karena berasal dari luar kelas unggulan, yaitu :
- Anak-anak yang lemah menjadi terbebani mentalnya karena akan dianggap sebagai anak lambat.
- Dan terkadang kelas unggulan sengaja diberikan pengajar yang lebih berkualitas. Hal ini tentu juga menimbulkan perbedaan prestasi.
Saya sendiri juga kurang setuju dengan kelas unggulan.
Alasan saya karena kelas unggulan dapat membuat yang pintar semakin pintar dan yang lemah akan semakin lemah pula.
Murid-murid yang cerdas akan semakin cerdas.
Karena belajar bersama murid-murid yang cerdas pula.
Dan murid yang lemah akhirnya kesulitan menemukan teman yang cerdas yang bisa mengajarinya.
Jadi, menurut saya sebaiknya di dalam kelas unggulan isinya bukan hanya anak-anak cerdas saja, tetapi juga harus diisi oleh anak-anak yang lemah. Agar anak-anak yang lemah juga dapat belajar bersama dengan anak cerdas.
Sehingga ke depannya mereka bisa menjadi lebih pintar lagi.
Demikianlah beberapa pendapat saya,
Semoga bermanfaat.. :)
Referensi :
Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
No comments:
Post a Comment